Jakarta - Sepasang buaya muara dari Kutai Kartanegara yang sudah diawetkan menarik perhatian pengunjung “Festival Budaya Sei Mahakam” di Bentara Budaya Jakarta, Sabtu (8/11) siang. Mereka penasaran ingin melihat dari dekat buaya berukuran besar yang disebut pernah memangsa manusia bulat-bulat pada 1996 tersebut.
Buaya Sangatta berjenis kelamin jantan itu saat ditangkap berukuran panjang 6,80 meter dan berat 850 kg. Sementara Buaya Muara Badak berjenis kelamin betina memiliki panjang 5,25 meter dan berat 450 kg. “Ini buaya terbesar yang pernah saya lihat. Walau pun sudah diawetkan, tapi tetap saja membuat saya merinding,” ujar Riska, pengunjung asal Depok, Jawa Barat.
Dua ekor buaya pemangsa manusia ini hanya bagian kecil dari “Festival Budaya Sei Mahakam” yang diselenggarakan Yayasan Total Indonesia bekerja sama dengan Bentara Budaya Jakarta, 6-16 November 2014. Ada banyak keunikan dan keragaman budaya serta tradisi lainnya dalam kehidupan masyarakat di sepanjang Sungai Mahakam yang disajikan secara utuh untuk para penikmat budaya.
Ketua Yayasan Total Indonesia Eddy Mulyadi menjelaskan, pada festival budaya ini dipamerkan tiga warisan budaya Kalimantan Timur, khususnya di Kabupaten Kutai Kartanegara, yaitu komunitas Keraton Kutai Kartanegara Ing Martadipura, kelompok suku-suku pedalaman atau suku-suku Dayak dan kelompok suku pesisir atau suku Melayu Kutai.
“Festival Budaya Sei Mahakam ini merupakan wujud kecintaan kami untuk membantu melestarikan kebudayaan yang hidup dalam masyarakat di sepanjang Sungai Mahakam. Karena kearifan budaya lokal kebudayaan Sei Mahakam merupakan salah satu budaya yang hampir punah di daerahnya sendiri," ujar Eddy. "Tanggung jawab kita bersama sebagai masyarakat Indonesia untuk melestarikannya agar dapat terus dinikmati oleh generasi penerus,” dia menambahkan.
Dalam festival ini, pengunjung akan diajak untuk menyaksikan berbagai hal tentang budaya Kalimantan Timur, di antaranya suasana Keraton Kutai Kartanegara, peragaan busana suku Kutai dan suku Dayak, peragaan upacara adat, pementasan tari, demo masak, pameran kerajinan anyaman, benda-benda pusaka keraton.
Di salah satu ruang pameran, pengunjunga bisa melihat berbagai alat tradisional yang digunakan masyarakat di sekitar Sungai Mahakam untuk menangkap ikan. Serkap misalnya. Alat itu terbuat dari bambu yang dibelah-belah, kemudian dijalin jarang dengan rotan berbentuk bundar panjang. Ada juga perahu Ketinting berbentuk lancip yang dibuat menggunakan kayu meranti, bengkirai, atau ulin. Perahu ini sering digunakan sebagai alat transportasi saat mengarungi Sungai Mahakam.
Di sudut lainnya, ayunan bayi dengan dominasi warna kuning cukup menarik perhatian pengunjung. Kerangka ayunan ini dibuat dari bahan kayu berbentuk segi empat panjang. Bahan ayunan menggunakan kain katun warna kuning yang diberi alas kain putih dan ditutupi dengan susunan sarung batik lima lembar berlainan warna dan motif.
Di antara tali penggantung, ada hiasan berupa baju anak-anak warna hitam dan dua buah tempurung kelapa yang dibungkus kain hitam. Ayunan ini digunakan sebagai tempat untuk mengayun bayi yang baru berusia 40 hari dalam upacara naik ayun dan upacara pemberian nama.
Sudut lainnya memamerkan benda-benda yang digunakan sebagai kelengkapan Upacara Adat Keraton Kutai Kartanegara. Seperti Kipas Kuning yang terbuat dari bahan kayu berlapis kain kuning berbentuk bulat lonjong. Ada juga Kipas Perak dari bahan perak yang berhiaskan ornamen flora dan fauna. Kipas perak ini biasa dipakai penari wanita ganjar ganjur yang diikatkan pada pinggang yang berfungsi sebagai selendang penari.
Setiap hari, selama pameran berlangsung, pengunjung juga bisa menyaksikan demonstrasi anyaman, Tenun Ulap Doyo, Sulam Tumpar, hingga belajar tari Dayak. Pameran ini juga menampilkan pementasan teater rakyat Mamanda, yaitu seni drama pertunjukan yang popular di Kutai pada masa lalu. Kegiatan ini dulunya selalu dipertunjukkan pada setiap perayaan nasional, pada acara perkawinan, khitanan, dan sebagainya.
Tidak hanya itu, festival ini juga menggelar seminar-seminar dengan topik “Keraton Kutai, Masa Lalu, Kini dan yang Akan Datang”, “Potensi Pariwisata Kutai Kartanegara dan Buaya Muara” dan “Selamatkan Pesut Mahakam”.
Acara ini terbuka untuk umum tanpa dipungut biaya dan berlangsung pukul 10.00-18.00 WIB setiap harinya.
Penulis: Herman/LIS