JAKARTA, KOMPAS.com - Penolakan pada peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) tentang Mahkamah Konstitusi terus mengalir. Kali ini, Fraksi Partai Hanura dengan tegas menolak dan akan mengajak fraksi lain untuk menggunakan hak menyatakan pendapatnya.
Ketua Fraksi Partai Hanura di DPR, Syarifudin Sudding mengatakan, setelah mendalami dan mengkaji perppu tersebut, dirinya menyimpulkan bahwa ada beberapa poin dalam perppu yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD). Menurut Sudding, perppu tersebut telah mengeneralisir dan mendelegitimasi seluruh hakim MK. Padahal hanya Ketua MK (sekarang nonaktif) Akil Mochtar yang saat ini terbukti tersandung masalah.
"Delapan hakim MK lainnya seolah-olah mereka juga kotor. Karena di sini (perppu) tertulis hakim konstitusi, bukan Akil Mochtar. Harusnya pemerintah menggunakan amandemen kalau mau melakukan perbaikan," kata Sudding, di ruang Fraksi Hanura, Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Jumat (18/10/2013).
Selain itu, anggota Komisi III DPR ini juga menuding Presiden Susilo Bambang Yudhoyono inkonsisten dalam membuat aturan. Di dalam perppu dituliskan bahwa syarat menjadi hakim konstitusi minimal telah tujuh tahun nonaktif sebagai anggota partai politik. Akan tetapi beberapa waktu lalu Presiden baru mengangkat Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi yang jeda waktu nonaktifnya dari partai tertentu tak sampai tujuh tahun.
"Lalu tentang kewajiban membentuk panel ahli untuk rekrutmen, ini presiden mengambil kewenangan DPR dan Mahkamah Agung. Lalu majelis kehormatan yang melibatkan Komisi Yudisial, ini cantolan hukumnya tidak ada," ujarnya.
Atas dasar itu, lanjut Sudding, Hanura akan mengambil langkah tegas menyikapi terbitnya perppu tersebut. Peluang untuk menggunakan hak menyatakan pendapat sangat terbuka, dan Sudding akan berkonsolidasi dengan fraksi lain untuk membangun pandangan yang sama.
"Masa presiden melanggar konstitusi kita diamkan saja? Biasanya kajian saya selalu diterima fraksi, dan kalau Hanura berkonsolidasi dengan baik, beberapa fraksi lain Insya Allah ikut juga," ujarnya.
Presiden terbitkan Perppu MK
Dalam perppu tentang Mahkamah Konstitusi (MK) yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Kamis (17/10/2013) terdapat tiga substansi. Ketiga substansi itu terkait penambahan persyaratan menjadi hakim konstitusi, mekanisme proses seleksi dan pengajuan hakim konstitusi, serta perbaikan sistem pengawasan hakim konstitusi.
Substansi pertama, untuk mendapatkan hakim konstitusi yang makin baik dan dipercaya, syarat hakim konstitusi pada Pasal 15 ayat 2 huruf (i) ditambahkan, 'tidak menjadi anggota parpol dalam jangka waktu paling cepat tujuh tahun sebelum diajukan menjadi hakim konstitusi. Substansi kedua, calon hakim konstitusi akan menjalani uji kepatutan dan kelayakan yang dilaksanakan oleh panel ahli.
Panel ahli yang beranggotakan tujuh orang ini dibentuk oleh Komisi Yudisial. Anggota panel terdiri dari tiga orang yang masing-masing diusulkan oleh MA, DPR, dan pemerintah, serta empat orang pilihan KY atas usulan masyarakat. Keempat ini terdiri dari mantan hakim konstitusi, tokoh masyarakat, akademisi dan praktisi di bidang hukum.
Menko Polhukam Djoko Suyanto mengatakan, penambahan mekanisme ini merupakan respon atas opini publik yang berkembang. Mekanisme dan pengajuan disempurnakan sehingga memperkuat prinsip transparansi dan akuntabilitas sesuai harapan publik seperti yang tercantum pada Pasal 19 UU MK tentang Persyaratan dan Pengajuan Hakim Konstitusi.
Sementara itu, substansi ketiga terkait pembentukan majelis kehormatan hakim konstitusi yang bersifat permanen.
Majelis kehormatan ini terdiri dari lima anggota. Kelimanya adalah mantan hakim konstitusi, praktisi hukum, dua akademisi, serta tokoh masyarakat. Majelis kehormatan ini akan dibantu oleh sebuah sekretariat yang berkedudukan di KY. Sekretariat ini bertugas mengelola rumah tangga dan administrasi majelis kehormatan. Djoko mengatakan, penerbitan perppu ini merupakan upaya Presiden untuk menyelamatkan dan memperkuat MK.
"Semangat penerbitan perppu ini adalah untuk memperkuat dan meningkatkan confident MK sehingga bisa melaksanakan tugas lebih baik. Saya kira semua paham, di sebuah negara demokrasi, tidak boleh ada lembaga yang tidak diawasi," ujar Djoko.
Presiden, kata Djoko, menyadari bahwa pascapenangkapan dan penahanan Ketua MK Akil Mochtar terkait skandal pemilu kepala daerah di Gunung Mas dan Lebak, tingkat kepercayaan publik terhadap MK anjlok. Upaya memulihkan kepercayaan publik dipandang penting.
Editor : Caroline Damanik