Penantian 12 tahun itu menjelma jadi keharuan dan suka cita bagi para penggemar Ebiet G Ade (EGA). Dalam nuansa kesederhanaan di Saung Angklung Udjo, Bandung, pada malam pergantian tahun lalu, ratusan fans EGA menjadi saksi peluncuran album baru.
Bertajuk 'Serenade', album berisi 9 lagu baru ini sebenarnya sudah rampung medio 2013. Namun terus disempurnakan. Penyair dan pemusik kelahiran Banjarnegara ini tak mau ada kesalahan sedikit pun pada instrumen musiknya. Terlebih lagi ini album istimewa, persembahan untuk orang-orang tercinta, khususnya sang istri.
“Ini album yang saya siapkan dan kerjakan dengan kesungguhan tingkat tinggi. Saya tidak ingin mengeluarkan album ini begitu saja. Sebab, album ini memiliki makna besar buat anak dan istri,” tutur Ebiet, yang bernama asli Abid Ghoffar Aboe Dja’far ini.
Meski belakangan tak lagi produktif mengeluarkan album (album terakhir 'Bahasa Langit' dibuat tahun 2001), Ebiet ternyata memiliki segudang koleksi lagu yang belum direkam. Selama ini hanya disimpan, termasuk lagu-lagu dalam album baru ke-15 ini. Sang istri lah, Yayu Sugianto, yang mendorong-dorong untuk mengeluarkan album Serenade. “Saya sampai 'dimarah-marahi' istri agar lekas keluarin album. Dia lah yang memilih lagu,” canda Ebiet.
Maka lahirlah album berhias empat lagu cinta khusus untuk istri tercinta, sang permaisuri. Sebuah romansa perjalanan cinta semenjak naksir, pacaran, menikah, hingga sekarang ketika anak-anak beranjak dewasa.
Dibalut dalam syair puitis dan musik romantis, lagu Serenade, Engkaulah yang Merebut Hatiku, dan Seperti Deburan Ombak Cintaku Untukmu menggiring kita pada gelora cinta pertama EGA kepada sang kekasih. Kemudian, lagu Maka Rekatlah Cinta Kita meneguhkan kesetiaan kedua pasangan ini setelah 32 tahun merajut asmara.
Lagu pembuka Serenade bertutur tentang kekaguman lelaki pada kekasihnya, namun sulit diraih. “Mas EGA itu cinta mati ke aku. Ketika itu aku sudah punya pacar, tapi dia gigih sekali. Dan dia idealis,” tutur Yayu, yang jadian pacaran dengan EGA pada 4 Februari 1981.
Tak melulu rayuan cinta, album ini juga menghadirkan empat lagu bernuansa religi. Puisi-puisi tentang relasi manusia dengan Tuhan adalah kekuatan lagu EGA yang terbukti awet hingga kini. Simak lagu Di Sudut RumahMu yang menggetarkan dan menyentuh, terinspirasi ketika EGA di Tanah Suci.
Juga lagu-lagu yang sarat pesan moral seperti Bila Kita Ikhlas, Tuhan Tak Pernah Henti, serta Tanah Air Mata. Lagu Tanah Air Mata adalah potret kerusuhan 1998 saat pergantian kekuasaan di negeri ini. Tiga lagu tersebut pernah muncul di televisi, namun belum pernah masuk dapur rekaman dan 'masih mentah', sehingga tak banyak yang tahu kecuali penggemar sejati. Oleh Ebiet, ketiganya diaransemen ulang menjadi lebih greget.
Album ditutup dengan lagu Menjadi Bara Kebersamaan. Hanya diiringi gitar solo, ini adalah lagu yang didedikasikan untuk komunitas EGA yang mencapai puluhan ribu anggota di seluruh Indonesia, seperti MemBers EGA, EGA Forever, dan sebagainya. “Memang album ini saya tujukan kepada orang-orang yang saya sayangi serta para apresiator dan komunitas,” tutur Ebiet.
Lebih Matang
Menyimak keseluruhan lagu dalam album Serenade, Ebiet tampak lebih matang baik dalam syair maupun vokalnya. Kemampuan Ebiet berpuisi masih jempolan. Kedalaman makna dan pesan-pesan positif untuk kebaikan yang diisyaratkan begitu kuat.
Esensi syairnya tentang Ketuhanan masih setia pada penjabaran dan tafsir-tafsir Kitab Suci. Namun substansinya tetaplah berdimensi universal, tidak terjebak pada primordialisme sempit. Puisi-puisi cintanya tak tergerus usia. Tetap menggelegak. Ungkapan dan diksinya berkelas sehingga jauh dari kesan bombastis.
Kemampuan vokalnya masih oke. Bening, lewat liukan dan cengkoknya yang khas. Memang vokalnya pada lagu-lagu bertema asmara tidak meledak-meledak layaknya album Camelia 1-4. Ini lebih kalem dan cool. Nada pada syair-syair religinya laksana persenyawaan tembang Jawa dengan alunan pembacaan ayat-ayat suci.
Alhasil, ketika vokal dan syair indah itu menyatu dalam iringan orkestra, terciptalah untaian nada yang nyaman. Sentuhan biola Hendri Lamiri menjadikan beberapa lagu berkesan magis dan membius. Tentu itu tak lepas dari tangan dingin Purwacaraka dan Andre Dinuth sebagai arranger.
Di atas itu semua, album Serenade terwujud berkat kerja keras Abietyasakti, putra sulung Ebiet selaku Executive Producer. Album ini menjadi semacam proyek keluarga, karena intensnya keterlibatan seluruh anggota. Satu-satunya putri Ebiet, yakni Byatriasa Pakarti Linuwih (Yayas), ikut perform mengiringi piano pada dua lagu. Lalu Adera, anaknya yang mengikuti jejak sang ayah sebagai penyanyi, ikut memberikan beberapa masukan.
Catatan lain menyangkut album ini adalah desain dan kemasannya yang eksklusif dan elegan, sehingga menjadikan koleksi ini bercitarasa seni.
Bagi yang setia mengawal perjalanan bermusik Ebiet, menikmati album Serenade serasa menemukan kembali khittah penyair yang kondang dengan musik bertutur ini.