JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengungkapkan, pihaknya tidak memiliki wewenang untuk memberikan sanksi kepada media, baik elektronik maupun cetak, yang terbukti menayangkan materi kampanye partai politik diluar waktu pelaksanaan kampanye. KPU hanya berwenang memberikan sanksi kepada partai politik yang terbukti melanggar aturan kampanye seperti diatur dalam PKPU Nomor 1/2013.
"Fokus kami terhadap aktivitas pelanggaran partai politik, jadi tidak ada kaitannya soal (sanksi media) itu," kata Ferry, saat memberikan keterangan pers, di Gedung KPU, Rabu (17/4/2013).
Oleh karena itu, KPU memutuskan menghapus ketentuan Pasal PKPU 1/2013. Pasal itu akan diintegrasikan dalam Pasal 45. "Penyempurnaan PKPU Nomor 1 itu nanti pasalnya (46) akan dikuatkan di Pasal 45. Bahwa kami membagi kewenangan untuk parpol itu ada di kami, sementara berkaitan dengan pemberitaan, penyiaran, atau iklan ada pada KPI atau Dewan Pers," jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Komisioner KPU Arief Budiman mengatakan, penghapusan Pasal 46 merupakan hal yang tepat.
"Pasal 46 itu, sebenarnya sudah mengerucut pada Pasal 45 dan pasal itu sudah menegaskan bahwa otoritas pemberian sanksi tidak berada pada KPU," tegasnya.
Seperti diberitakan, KPU akan menghapus ketentuan Pasal 46 PKPU Nomor 1 tahun 2013 tentang aturan kampanye, khususnya yang memuat sanksi untuk pers. Ketentuan terkait sanksi untuk pers ini masuk pada bagian tiga Peraturan KPU No 1/2013 tentang iklan kampanye. Bagian ini mengatur tentang peliputan termasuk penayangan iklan kampanye peserta pemilu, mulai dari Pasal 40 sampai dengan 46.
Permasalahan ada pada Pasal 46, yang merinci ancaman sanksi untuk pelanggaran yang diatur pada Pasal 45 Ayat 2.Pasal 45 Ayat 2 peraturan ini menyatakan, Dalam hal terdapat bukti pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, dan Pasal 43 Komisi Penyiaran Indonesia atau Dewan Pers menjatuhkan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Penyiaran. Pasal 46 Ayat 1 merinci sanksi dari teguran tertulis sampai pencabutan izin media, dalam aturan huruf a sampai f, meskipun Ayat 2 Pasal 46 mengembalikan aturan teknis pemberian sanksi kepada Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia(KPI).
Wakil Ketua Komisi II DPR, Arif Wibowo, Jumat (12/4/2013), menilai aturan tentang ancaman pemberedelan itu kebablasan. Ia berpendapat bahwa PKPU itu menabrak undang-undang di atasnya. Arif mengatakan pernah mengingatkan perihal pengaturan soal ancaman terhadap media massa itu dalam forum rapat konsultasi KPU dengan Komisi II DPR. Pengaturan media massa terkait peliputan selama masa kampanye merupakan salah satu isu krusial ketika pembahasan RUU Pemilu.
Mantan Ketua Panitia Khusus RUU Pemilu itu mengatakan, pembahasan topik tersebut sampai mengundang seluruh pimpinan media massa, baik cetak maupun elektronik, dalam forum rapat dengar pendapat umum (RDPU). Dalam RDPU, Arif menawarkan kepada para pimpinan media massa, apa saja yang perlu diatur terkait peliputan media selama tahapan pemilu, termasuk masa kampanye. Para pimpinan media yang hadir menyatakan tidak perlu UU Pemilu yang mengatur terlalu detail tentang aturan main media karena sudah ada UU Pers dan UU Penyiaran.
"Jadi, terkait peliputan atau iklan kampanye ada pelanggaran oleh pers, kembalikan saja ke Dewan Pers dan KPI (Komisi Penyiaran Indonesia). Berdasarkan UU Pers dan UU Penyiaran, tidak perlu aturan KPU merinci sanksi untuk media," kata Arif.
Arif berpendapat, KPU cukup meminta Dewan Pers dan KPI bersikap tegas bila menemukan ada indikasi terkait pelanggaran kode etik jurnalistik dan ketentuan penyiaran.
Editor :
Inggried Dwi Wedhaswary