JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Martin Hutabarat, tak menyetujui pencabutan terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang pemberian remisi pada narapidana dengan kejahatan khusus. Menurutnya, PP tersebut memiliki jiwa sesuai dengan aspirasi masyarakat yang menginginkan pemberian remisi diperketat.
Martin mencontohkan, berdasarkan hasil dialog dengan puluhan narapidana (napi) di Lapas Tanjung Gusta, Medan, ia berkesimpulan bahwa kerusuhan di lapas tersebut terjadi karena bobroknya manajemen dan bukan dipicu oleh terbitnya PP 99/2012. Para napi bertindak di luar batas lantaran fasilitas dasar di lapas seperti air dan listrik tidak terpenuhi.
Di saat yang bersamaan, terjadi ketidakseimbangan antara petugas lapas dan jumlah napi. Ketika peristiwa itu terjadi, ada 18 petugas yang menjaga lebih dari 2.000 napi. Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra ini menegaskan, para napi di Lapas Tanjung Gusta tak meminta PP itu dicabut. Yang menjadi tuntutan agar pemberlakukan PP 99/2012 itu tidak berlaku surut.
"Ketika dialog dengan mereka (napi), PP itu diminta jangan berlaku surut. Ini harus dipilah, jangan seolah-olah PP 99/2012 menjadi masalah utama," kata Martin di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (16/7/2013).
Untuk diketahui, PP 99/2012 itu mengatur pengetatan pemberian remisi, pembebasan bersyarat dan hak-hak lainnya, terutama kepada para napi dengan tindak pidana khusus. Tiga hal yang menjadi perhatian khusus itu adalah tindak pidana korupsi, narkotika, dan terorisme.
Saat ini ada upaya sebagian kalangan yang meminta agar PP 99/2012 dievaluasi. Upaya itu dinilai rentan ditunggangi, apalagi dengan dalih kerusuhan di Lapas Tanjung Gusta.
Pengetatan remisi, utamanya bagi napi kasus korupsi, dipandang penting. Hasil penelitian Rimawan Pradiptyo mengenai "Korupsi di Indonesia dalam Perspektif Ilmu Ekonomi" dalam buku Korupsi Mengorupsi Indonesia (2009), sebagaimana dikutip tajuk rencana Kompas, menunjukkan kerugian negara akibat korupsi selama kurun waktu 2001-2008 sebesar Rp 62,79 triliun. Sementara itu, putusan hakim hanya memerintahkan pengembalian Rp 4,76 triliun. Sisanya, Rp 62,79 triliun, dibayar pembayar pajak! Adapun lama hukuman koruptor 25 bulan hingga 40 bulan penjara.
Editor : Hindra Liauw
Anda sedang membaca artikel tentang
Gerindra: Jangan Cabut PP 99/2012
Dengan url
http://householdfinancialproblems.blogspot.com/2013/07/gerindra-jangan-cabut-pp-992012.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Gerindra: Jangan Cabut PP 99/2012
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Gerindra: Jangan Cabut PP 99/2012
sebagai sumbernya
0 komentar:
Post a Comment