Mengapa Inggris Izinkan OPM Berkantor di Oxford?
Penulis : Indra Akuntono | Senin, 6 Mei 2013 | 16:16 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Sikap pemerintah Inggris yang mengizinkan berdirinya kantor gerakan separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) dianggap melecehkan pemerintah Indonesia. Tapi terlepas semua itu, titik pangkal masalah ini adalah karena pemerintan Indonesia yang tak bisa menyelesaikan separatisme di tanah Papua.
Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq meminta pemerintah segera mengambil sikap tegas menanggapi permasalahan sensitif ini. Lebih jauh, dirinya juga mengimbau agar pemerintah Indonesia dapat mendesak pemerintah Inggris untuk tidak memberikan fasilitas dalam bentuk apapun kepada OPM.
"Sisi lainnya, kantor perwakilan (OPM) itu dibuka akibat lambannya pemerintah Indonesia melakukan solusi komprehensif dan tuntas soal Papua," kata Mahfudz saat dihubungi wartawan, di Jakarta, Senin (6/5/2013).
Untuk penyelesaiannya, politisi PKS ini meminta pemerintah melakukan langkah-langkah diplomatis. Pasalnya, pemerintah adalah pihak yang paling mengerti duduk persoalan. "Ini tugas pemerintah, tegas mendesak pemerintah Inggris untuk tidak memfasilitasi dalam bentuk apapun. Fasilitasi itu bisa jadi bentuk dukungan gerakan separatis, dan ini bisa mengancam hubungan diplomatik," ujarnya.
Seperti diberitakan, pemerintah Inggris secara resmi telah membuka kantor perwakilan Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Oxford. Pembukaan kantor OPM ini bertujuan memenuhi tuntutan kampanye Papua Merdeka. Inggris berkomitmen untuk terus membantu gerakan OPM ini. DPR telah mengeluarkan sikap resminya. Pemerintah Inggris dianggap terlalu jauh mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.
Anda sedang membaca artikel tentang
Mengapa Inggris Izinkan OPM Berkantor di Oxford
Dengan url
http://householdfinancialproblems.blogspot.com/2013/05/mengapa-inggris-izinkan-opm-berkantor.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Mengapa Inggris Izinkan OPM Berkantor di Oxford
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Mengapa Inggris Izinkan OPM Berkantor di Oxford
sebagai sumbernya
0 komentar:
Post a Comment