Sepertinya dapat dikatakan, supermarket finansial yang pertama kali dirintis oleh Citigroup akhirnya mati. Dinamakan supermarket finansial karena Citi berupaya menawarkan hampir semua jasa keuangan yang dibutuhkan pelanggannya. Sebut saja dari pinjaman konsumen hingga investment banking.
Nah, kini, dengan dijualnya unit broker Smith Barney kepada Morgan Stanley, tentu layanan yang diberikan Citi tak selengkap dulu.
Kesepakatan antara Citigroup dan Morgan Stanley akhirnya tercapai setelah Citi membutuhkan dana segar sebagai modal kerjanya yang semakin tergerus akibat krisis kredit berbasis mortgage. Bahkan, saat ini beredar spekulasi bahwa CEO Citi Vikram Pandit akan mengambil langkah lebih jauh untuk merampingkan dan memfokuskan unit usahanya.
Tak heran, banyak orang di Wall Street percaya, Citigroup perlahan-lahan akan semakin tidak eksis jika terus berada di bawah pengawasan Pemerintah AS. Sekadar mengingatkan, Pemerintah AS memang mengempit sebagian saham Citigroup melalui penggelontoran dana bailout beberapa waktu lalu.
“Saya rasa dalam 12 bulan, Citigroup tidak akan eksis lagi,” ujar William Smith dari Smith Asset Management yang juga memiliki saham Citigroup.
Smith memang meyakini, bailout yang diberikan akan memberikan pemerintah kekuasaan untuk memaksa Citigroup untuk melakukan tindakan-tindakan yang menurutnya sangat tidak sesuai untuk diterapkan pada saat ini.
Sekadar kilas balik, konsep supermarket finansial yang selama ini dijalankan Citi ditelurkan oleh Sandy Weil yang merupakan mantan CEO Citi.
Awal mula tercetusnya ide untuk membuat konsep Supermarket Finansial adalah adanya keinginan Citi memberikan layanan yang lengkap kepada nasabahnya. Dengan demikian, nasabahnya dapat menabung, meminjam, dan berinvestasi di satu perusahaan saja. Citigroup memang memiliki semua layanan itu, mulai dari retail and business banking operations, investment banking business, broker, bahkan asuransi perjalanan.
Nah, bagaimana satu perusahaan menangani berbagai macam perusahaan yang sudah terspesialisasi merupakan pertanyaan yang menghantui para pemegang saham sejak dilakukannya deregulasi industri perbankan pada 1990-an. Kini, kekhawatiran itu terjawab sudah. Ternyata, sangat sulit mengatur beragam bisnis dalam waktu yang bersamaan.
Sebenarnya, model usaha yang dijalankan JPMorgan Chase & Co juga seperti supermarket. Namun, JPMorgan tidak memiliki jangkauan luas secara internasional seperti halnya Citigroup. Demikian pula halnya dengan Bank of America (BoA) yang punya banyak bisnis kelolaan. Namun, BoA tetap memilih untuk fokus di cakupan wilayah AS saja.
Jika dibandingkan, para analis menilai bahwa para perbankan raksasa ini lebih terkoordinasi dan terintegrasi dengan lebih baik dibandingkan dengan Citigroup. “Permasalahan dengan Citi adalah modelnya, eksekusi, dan manajemen. Bagaimana sebuah perusahaan bisa melalui satu dekade tanpa terintegrasi?” kata Smith
Nah, kini, dengan dijualnya unit broker Smith Barney kepada Morgan Stanley, tentu layanan yang diberikan Citi tak selengkap dulu.
Kesepakatan antara Citigroup dan Morgan Stanley akhirnya tercapai setelah Citi membutuhkan dana segar sebagai modal kerjanya yang semakin tergerus akibat krisis kredit berbasis mortgage. Bahkan, saat ini beredar spekulasi bahwa CEO Citi Vikram Pandit akan mengambil langkah lebih jauh untuk merampingkan dan memfokuskan unit usahanya.
Tak heran, banyak orang di Wall Street percaya, Citigroup perlahan-lahan akan semakin tidak eksis jika terus berada di bawah pengawasan Pemerintah AS. Sekadar mengingatkan, Pemerintah AS memang mengempit sebagian saham Citigroup melalui penggelontoran dana bailout beberapa waktu lalu.
“Saya rasa dalam 12 bulan, Citigroup tidak akan eksis lagi,” ujar William Smith dari Smith Asset Management yang juga memiliki saham Citigroup.
Smith memang meyakini, bailout yang diberikan akan memberikan pemerintah kekuasaan untuk memaksa Citigroup untuk melakukan tindakan-tindakan yang menurutnya sangat tidak sesuai untuk diterapkan pada saat ini.
Sekadar kilas balik, konsep supermarket finansial yang selama ini dijalankan Citi ditelurkan oleh Sandy Weil yang merupakan mantan CEO Citi.
Awal mula tercetusnya ide untuk membuat konsep Supermarket Finansial adalah adanya keinginan Citi memberikan layanan yang lengkap kepada nasabahnya. Dengan demikian, nasabahnya dapat menabung, meminjam, dan berinvestasi di satu perusahaan saja. Citigroup memang memiliki semua layanan itu, mulai dari retail and business banking operations, investment banking business, broker, bahkan asuransi perjalanan.
Nah, bagaimana satu perusahaan menangani berbagai macam perusahaan yang sudah terspesialisasi merupakan pertanyaan yang menghantui para pemegang saham sejak dilakukannya deregulasi industri perbankan pada 1990-an. Kini, kekhawatiran itu terjawab sudah. Ternyata, sangat sulit mengatur beragam bisnis dalam waktu yang bersamaan.
Sebenarnya, model usaha yang dijalankan JPMorgan Chase & Co juga seperti supermarket. Namun, JPMorgan tidak memiliki jangkauan luas secara internasional seperti halnya Citigroup. Demikian pula halnya dengan Bank of America (BoA) yang punya banyak bisnis kelolaan. Namun, BoA tetap memilih untuk fokus di cakupan wilayah AS saja.
Jika dibandingkan, para analis menilai bahwa para perbankan raksasa ini lebih terkoordinasi dan terintegrasi dengan lebih baik dibandingkan dengan Citigroup. “Permasalahan dengan Citi adalah modelnya, eksekusi, dan manajemen. Bagaimana sebuah perusahaan bisa melalui satu dekade tanpa terintegrasi?” kata Smith
Anda sedang membaca artikel tentang
Supermarket Finansial Citigroup
Dengan url
http://householdfinancialproblems.blogspot.com/2012/02/supermarket-finansial-citigroup.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Supermarket Finansial Citigroup
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Supermarket Finansial Citigroup
sebagai sumbernya
1 komentar:
kita juga punya nih artikel mengenai finansial, silahkan dikunjungi dan dibaca untuk menambah wawasan, berikut linknya
http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/852/1/paper_Marimin_dan_Arfan.pdf
trimakasih :)
Post a Comment