Pidato Kebudayaan Karlina: Gagap Hadapi Brutalitas Realitas

Written By Unknown on Tuesday, November 12, 2013 | 4:46 PM


Jakarta - Salah satu filsuf perempuan Indonesia, Karlina Supelli, membacakan pidato kebudayaan bertajuk "Kebudayaan dan Kegagapan Kita" dalam acara tahunan Pidato Kebudayaan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) yang digelar di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Senin (11/11) malam.


Karlina Supelli mengawalinya dengan gambaran warga Dayak Benuaq di Kalimantan Timur yang sudah belasan tahun ini tak lagi menemukan tanaman Doyo (Curculigo latifola), bahan baku tenun Doyo yang elok. Hutan sekitar kampung mereka telah menjadi perkebunan raksasa monokultur.


Bagi banyak masyarakat adat hutan bukan sekadar sumber mata pencaharian, melainkan juga acuan rasa merasa atas kosmos, sejarah muasal, tata hukum dan tunjuk ajar perilaku. Namun hutan dibabat untuk perkebunan atau tambang. Kita tengah berhadapan dengan persekongkolan untuk memperebutkan apa saja yang dapat dijarah dari negeri ini. Ironi negeri ini, ketika kearifan lokal dijunjung tinggi sebagai tradisi yang perlu dirawat dan diwariskan, rujukan material-spiritualnya justru hancur berantakan. Rupanya bukan tradisi itu yang sedang dibela melainkan sekadar citra tentang tradisi, yang lebih mudah untuk dikemas dalam pertunjukan.


Reformasi, menurut Karlina, membawa cukup banyak perubahan bagi praktik-praktik pekerja budaya, khususnya menyangkut kebebasan berekspresi. Namun pada saat bersamaan nalar ekonomi semakin leluasa mencengkeramkan pengaruhnya ke hampir semua bidang kehidupan. Apa yang tampak sebagai demokratisasi kebudayaan sebetulnya adalah kebebasan yang batas-batasnya ditentukan oleh kepentingan pasar.


Peraih gelar doktor dari Universitas Indonesia ini mengungkapkan, cita-cita kebudayaan adalah menghasilkan masyarakat warga yang mempunyai visi mengenai kebaikan tertinggi bagi kehidupan bersama, baik dalam pendidikan, seni, ilmu, politik, hukum dan sebagainya. Cita-cita inilah yang diam-diam dicuri oleh nalar ekonomi dan dialihkan menjadi agenda untuk mendidik konsumen.


Konsumen yang adalah warga, tidak dididik untuk mampu mengembangkan daya abstrak-imajinatif-kreatif serta berpikir kritis-rasional. Masyarakat konsumen ini dididik hasrat dan kebiasaan agar menghendaki segala hal gemerlap yang ditawarkan pasar.


"Sebuah bangsa yang warganya telah kehilangan daya pikir abstrak imajinatif dan kreatif tidak mungkin memiliki imajinasi kolektif tentang negara-bangsa," kata Karlina.


Anda sedang membaca artikel tentang

Pidato Kebudayaan Karlina: Gagap Hadapi Brutalitas Realitas

Dengan url

http://householdfinancialproblems.blogspot.com/2013/11/pidato-kebudayaan-karlina-gagap-hadapi.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Pidato Kebudayaan Karlina: Gagap Hadapi Brutalitas Realitas

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Pidato Kebudayaan Karlina: Gagap Hadapi Brutalitas Realitas

sebagai sumbernya

0 komentar:

Post a Comment

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger